Sabtu, 04 Februari 2012

Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah (Psikolinguistik)



Buat kamu yang jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah materi ini bisa dijadikan sebagai pedoman dalam menyelesaikan tugas psikolinguistik. Semoga ini bermamfaat buat kamu sahabat blogger..........



PEMEROLEHAN SINTAKSIS PADA ANAK USIA 2;0-5;0 TAHUN
DALAM BENTUK KALIMAT BERITA, KALIMAT TANYA, DAN KALIMAT PERINTAH

Yolanda Ocvarima
Universitas Negeri Padang


           

Penelitian ini menjelaskan pemerolehan sintaksis anak usia 2;0-5;0 tahun khususnya anak usia 4 tahun 10 bulan dalam bentuk kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah. Pemerolehan bahasa anak dimulai pada rentangan 0-5 tahun. Pada rentangan waktu yang cukup lama anak butuh perhatian khusus dari orang tua ataupun anggota keluarga lainnya untuk membantu terbentuknya kemampuan berbahasa anak. Selain itu, perkembangan bahasa anak sejalan dengan pertambahan usia dan perkembangan gerak motorik anak. Semakin bertambah usia anak, maka akan semakin bertambah kecakapan anak dalam berbahasa yang didukung pula dengan pertumbuhan alat ucapnya. Seorang anak yang berusia 2-5 tahun sudah memperoleh bahasa pertama dan dapat berkomunikasi dengan orang lain. Ditinjau dari segi sintaksis, pada usia 2-5 tahun seorang anak telah mampu menghasilkan kalimat dengan bentuk yang sederhana maupun kompleks. Pemerolehan sintaksis baru dimulai ketika kanak-kanak mulai dapat menggabungkan dua kata atau lebih (lebih kurang ketika berusia 2;0 tahun). Kalimat-kalimat yang diujarkan anak memiliki pola tersendiri yang membedakannya dengan kalimat orang dewasa. Pilihan kata yang digunakannya bisa menarik perhatian orang dewasa agar lebih  memahami apa yang diujarkan. Oleh sebab itu, penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi kepada guru dan orang tua mengenai pemerolehan sintaksis anak usia 2;0-5;0 tahun dalam bentuk kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah.

Kata kunci: pemerolehan sintaksis, anak usia 2;0-5;0 tahun, kalimat berita,    kalimat tanya, kalimat perintah.











PENDAHULUAN
           
Pada hakikatnya, bahasa diperoleh oleh manusia semenjak ia lahir ke dunia karena setiap anak yang lahir ke dunia telah dilengkapi dengan seperangkat kemampuan untuk berbahasa. Hal ini biasa disebut dengan pemerolehan bahasa. Menurut Chaer (2002:167) pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seseorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Seseorang memperoleh kemampuan berbahasa secara alamiah. Hal tesebut didapat melalui berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari, baik berupa interaksi dengan orang tua, anggota keluarga lain, mendengar dari lingkungan sekitar, ataupun dari media seperti televisi dan sebagainya. Dari hal tersebut terlihat bahwa bahasa tidak diperoleh melalui pengajaran khusus., yang membutuhkan waktu, tempat, dan guru yang khusus pula.
Bahasa pertama yang dikenal anak pada tahap pertama kehidupannya adalah bahasa ibu. Orang pertama yang paling dekat dengan anak adalah ibu, maka bahasa pertama sangat mempengaruhi pemerolehan bahasa anak adalah bahasa ibu (Dardjowidjojo, 2003:241). Sementara itu, Maksan (1993:27) juga mengungkapkan bahwa pada masa kanak-kanak awal, mereka telah mampu berbicara bahasa ibunya. Ia juga telah mempunyai kemampuan untuk memahami dan melahirkan apa-apa yang disampaikan orang lain kepadanya dengan bahasanya sendiri.
Bahasa pertama anak cenderung mengacu kepada bahasa daerah atau bahasa lingkungan tempat ia dibesarkan. Pemerolehan bahasa anak dimulai pada rentangan 0-5 tahun. Pada rentangan waktu yang cukup lama anak butuh perhatian khusus dari orang tua ataupun anggota keluarga lainnya untuk membantu terbentuknya kemampuan berbahasa anak. Selain itu, perkembangan bahasa anak sejalan dengan pertambahan usia dan perkembangan gerak motorik anak. Semakin bertambah usia anak, maka akan semakin bertambah kecakapan anak dalam berbahasa yang didukung pula dengan pertumbuhan alat ucapnya.
Seorang anak yang berusia 2-5 tahun sudah memperoleh bahasa pertama dan dapat berkomunikasi dengan orang lain. Ditinjau dari segi sintaksis, pada usia 2-5 tahun seorang anak telah mampu menghasilkan kalimat dengan bentuk yang sederhana maupun kompleks. Tarigan (1998:5) mengemukakan bahwa tingkat pemerolehan sintaksis pada anak merupakan suatu rangkaian kesatuan yang dimulai dari ucapan satu kata, menuju kalimat sederhana dengan gabungan kata yang lebih rumit yakni sintaksis. Dengan kata lain, pemerolehan sintaksis pada anak selalu melalui hal kecil terlebih dahulu dan berlanjut ke hal yang lebih besar, artinya anak akan menguasai kata, frase dan beranjak pada kalimat.
Pemerolehan bahasa menganggap pemerolehan sintaksis dimulai ketika kanak-kanak mulai dapat menggabungkan dua kata atau lebih (lebih kurang ketika berusia 2-0 tahun) terang Chaer (2002:183). Karena itu, mereka menganggap tahap holofrasis (satu kata) tidak berkaitan dengan perkembangan pemerolehan sintaksis. Pendapat itu mungkin ada benarnya, karena seorang peneliti yang akan meneliti pemerolehan sintaksis lebih baik memulainya pada anak usia dua tahun. Hal itu disebabkan ucapan satu kata pada tahap holofrasis sulit untuk dipahami dan belum berbentuk kalimat. Oleh karena itu, sebaiknya penelitian mengenai pemerolehan sintaksis ini dimulai saat anak sudah bisa mengujarkan kalimat-kalimat sederhana ataupun kompleks.
Pada umumnya, anak usia 2-5 sudah mampu menghasilkan kalimat-kalimat yang lengkap, dimana sudah ada subjek, predikat, objek, bahkan keterangan. Selain itu, pada masa ini anak juga sudah mampu mengujarkan beberapa jenis kalimat, seperti kalimat berita/deklaratif, kalimat tanya/interogatif, dan kalimat perintah/imperatif. Dengan kata lain, pada masa ini penguasaan sintaksis anak dianggap sudah cukup baik.
Berdasarkan hal tersebut, penulis meneliti pemerolehan bahasa anak terutama pemerolehan sintaksis anak usia 4 tahun 10 bulan yang dikhususkan pada kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah. Kalimat-kalimat yang diujarkan anak memiliki pola tersendiri yang membedakannya dengan kalimat orang dewasa. Pilihan kata yang digunakannya bisa menarik perhatian orang dewasa agar lebih  memahami apa yang diujarkan.
Penulis memilih Anggini Mabella sebagai objek penelitian karena ia adalah seorang anak yang berumur 4 tahun 8 bulan. Anggini Mabella sehari-harinya dipanggil Ngingi. Dia dilahirkan di Pangian Kecamatan Lintau Buo Kabupaten Tanah Datar pada tanggal 26 Desember 2006 di rumah sakit Aisya. Proses kelahiran Ngingi berjalan cukup lancar, berat badannya pertama 2,8 Kg dan tinggi 49 cm. Berat badan Ngingi tidak sesuai dengan berat badan bayi pada umumnya. Sejak kelahirannya Ngingi mudah terserang penyakit. Sehingga pertumbuhan Ngingi agak sedikit lamban dan fisiknya agak lemah.
Ayahnya, Syafrijal, lahir tahun 1961. Ia dibesarkan dalam lingkungan yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan dan berjiwa sosial karena kedua orang tuanya adalah pegawai. Dalam kesehariannya ia menggunakan bahasa Minang untuk berkomunikasi.
Ibunya, Ernalisda lahir tahun 1963. Sehari-harinya ia bekerja sebagai ibu rumah tangga. Dalam berkomunikasi sehari-hari ia menggunakan bahasa Minang. Selain itu, Ngingi mempunyai empat orang kakak perempuan yang sekarang duduk dibangku SD dan SMP, dan dua kakaknya kuliah. Saudara Ngingi menggunakan bahasa Minang juga untuk berkomunikasi sehari-hari, disamping bahasa Indonesia yang digunakan sebagai ragam formal disekolah.
Ngingi tumbuh dalam keluarga kelas menengah yang untuk kebutuhan sehari-harinya tercukupi. Semua keluarga Ngingi sangat menyayanginya. Kondisi fisiknya yang lemah tidak membuatnya sulit berkomunikasi. Bahkan untuk anak seusianya, perkembangan bahasanya normal, sama dengan anak-anak lainnya. Kenyataan inilah yang membuat penulis tertarik untuk menganalisis pemerolehan bahasanya terutama pemerolehan sintaksis berupa kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah.
Kiparsky menjelaskan, sebagaimana dikutip oleh Tarigan (dalam Pateda, 1988:42) mengatakan, “pemerolehan bahasa atau language acquisition adalah suatu proses yang dipergunakan oleh kanak-kanak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis yang makin bertambah rumit ataupun teori-teori yang masih terpendam atau tersembunyi yang mungkin sekali terjadi dengan ucapan-ucapan orang tuanya sampai dia memilih berdasarkan suatu ukuran atau takaran penilaian tata bahasa yang paling baik serta yang paling sederhana dari bahasa tersebut.”
Pendapat tersebut terlihat bahwa psikolog atau linguis dewasa ini lebih suka menggunakan istilah akuisisi bahasa (language acquisition) dari pada belajar bahasa (language learning). Istilah akuisisi bahasa yang dapat ditafsirkan sebagai akuisisi suatu bahasa digunakan tanpa kualifikasi untuk proses yang menghasilkan pengetahuan bahasa pada penutur bahasa (Pateda, 1988:42).
Berdasarkan bentuknya pemerolehan bahasa dapat dibagi menjadi tiga jenis, yakni :
a.       Pemerolehan bahasa pertama,
b.      Pemerolehan bahasa kedua,
c.       Pemerolehan bahasa ulang.
Dari segi urutannya pemerolehan bahasa dibagi menjadi dua, yakni :
a.       Pemerolehan bahasa pertama.
b.      Pemerolehan bahasa kedua.
Ditinjau dari segi jumlahnya pemerolehan bahasa dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni :
a.       Pemerolehan satu bahasa,
b.      Pemerolehan dua bahasa.
Ditinjau dari medianya pemerolehan bahasa dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni :
a.       Pemerolehan bahasa lisan,
b.      Pemerolehan bahasa tulis.
Kemudian ditinjau dari keaslian atau keasingannya, pemerolehan bahasa dapat dibagi menjadi dua, yakni :
a.       Pemerolehan bahasa asli,
b.      Pemerolehan bahasa asing.
Dan dari segi keserentakan atau keberurutannya, pemerolehan bahasa dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yakni :
a.       Pemerolehan dua bahasa secara serentak,
b.      Pemerolehan dua bahasa secara berurutan.
Chaer (2002:168-179) mengemukakan beberapa teori atau hipotesis yang berkaitan dengan masalah pemerolehan bahasa, yaitu :
1.      Hipotesis Nurani
Hipotesis nurani lahir dari beberapa pengamatan yang dilakukan para pakar terhadap pemerolehan bahasa kanak-kanak yang menyatakan bahwa manusia lahir dengan dilengkapi oleh suatu alat yang memungkinkan dapat berbahasa dengan mudah dan cepat. Chomsky dan Miller (1957) mengatakan bahwa adanya alat khusus yang dimiliki setiap kanak-kanak sejak lahir untuk dapat berbahasa. Alat itu namanya Language Acquisition Device (LAD), yang berfungsi untuk memungkinkan seorang kanak-kanak memperoleh bahasa ibunya. Cara kerja LAD ini adalah : apabila sejumlah ucapan yang cukup memadai dari suatu bahasa (bahasa  apa saja) “diberikan” kepada LAD seorang kanak-kanak sebagai masukan (input), maka LAD itu akan membentuk salah satu tata bahasa formal sebagai keluaran (out put)-nya. Jadi, bahasa merupakan pemberian biologis yang tidak bisa dipelajari dalam waktu singkat melalui peniruan. Proses belajar bahasa merupakan proses pengisian kaidah-kaidah atau struktur bahasa ke dalam LAD.

2.      Hipotesis Tabularasa
Tabularasa secara harfiah berarti “kertas kosong : dalam arti belum ditulisi apa-apa. Hipotesis ini menyatakan bahwa otak bayi pada waktu dalahirkan sama seperti kertas kosong, yang nanti akan ditulis atau diisi dengan pengalaman-pengalaman. Semua pengetahuan dalam bahasa manusia yang tampak dalam prilaku berbahasa adalah hasil dari integrasi peristiwa-peristiwa linguistik yang dialami dan diamati oleh manusia. Pengetahuan linguistik terdiri dari serangkaian hubungan yang dibentuk dengan cara pembelajaran S-R (Stimulasi Respons).
Salah satu cara pembelajaran S-R menyatakan bahwa prilaku berbahasa seseorang dibentuk oleh serentetan ganjaran yang beragam –ragam yang muncul di sekitar orang itu. Seorang kanak-kanak yang sedang memperoleh sistem bunyi bahasa ibunya, pada mulanya akan “mengucapkan” semua bunyi yang ada pada semua bahasa yang ada di dunia ini pada tahap aberceloteh. Namun, orang tua hanya “memberikan” bunyi-bunyi  dalam bahasa ibunya saja. Dengan demikian si bayi hanya dilazimkan meniru bunyi dari bahasa ibunya. Lalu, bayi akan menggabungkan bunyi yang telah dilazimkan untuk menirukan ucapan orang tuanya. Bisa dikatakan bahasa kanak-kanak itu berkembang setahap demi setahap, mulai dari bunyi, kata, frase, dan kalimat. Perkembangan kemampuan berbahasa selalu diperkuat dengan hadiah/ganjaran, sehingga menjadi tabiaty atau prilaku. Tabiat-tabiat inilah yang dituliskan pada “kertas kosong” tabularasa otak kanak-kanak.

3.      Hipotesis Kesemestaan Kognitif
Menurut teori ini, bahasa diperoleh berdasarkan struktur-struktur kognitif  deria motor. Struktur-struktur ini diperoleh kanak-kanak melalui interaksi dengan benda-benda atau orang-orang disekitarnya. Urutan pemerolehan ini secara garis besar adalah “ (1) antara usia 0;0-1;6 tahun kanak-kanak mengembangkan pola-pola aksi dengan cara bereaksi terhadap alam sekitar, pola-pola tersebut diatur menjadi struktur-struktur akal (mental), (2) tahap representasi kecerdasan, antara usia 2;0-7;0 tahun, dan (3) setelah tahap representasi kecerdasan dengan simboliknya berakhir, maka bahasa kanak-kanak semakin berkembang dan mendapat nilai-nilai sosial.
Piaget (1955) mengatakan bahwa struktur kompleks dari bahasa bukanlah sesuatu yang diberikan oleh alam dan bukan pula sesuatu yang dipelajari lewat lingkungan. Struktur tersebut lahir dan berkembang sebagai akibat dari interaksi yang terus-menerus antara tingkat fungsi kognitif si anak dan lingkungan lingualnya. Lingkungan tidak besar pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual anak. Perubahan dan perkembangan bahasa anak akan bergantung pada sejauh mana keterlibatan kognitif sang anak secara aktif dengan lingkungannya.
Yudibrata (1997:65) mengemukakan selama bulan-bulan pertama pasca lahir atau sebelum seorang anak mulai mempelajari kata-kata yang cukup untuk digunakan sebagai sarana komunikasi; anak-anak secara kreatif terlebih dahulu akan menggunakan empat bentuk komunikasi prabicara, yaitu : (1) tangisan, (2) ocehan dan celoteh, (3) isyarat, dan (4) ekspresi emosional.
Selain itu, Clara dan W. Stern (dalam Pateda, 1988;55-56) juga melanjutkan bahwa perkembangan bahasa anak dapat dibagi atas :
a.       Stadia mula (0;0-1;0), meraban (babbling) yang kemudian diikuti oleh peniruan bunyi dan kelompok bunyi. Anak mengenal lebih dahulu vokal-vokal, kemudian konsonan. Misalnya : “ma…ma, pa…pa”.
b.      Stadia pertama (1;0-1;6), kalimat satu kata.
Misalnya : “mama” yang barangkali bermakna, mama, saya ingin makan. Kata-kata berisi keinginan dan perasaan anak.
c.       Stadia kedua (1;6-2;0) atau stadia nama. Pada stadia ini muncul kesadaran nama, bahwa setiap benda mempunyai nama. Anak ingin mengetahui nama segala sesuatu yang ada di sekelilingnya. Anak banyak mengajukan pertanyaan, misalnya, “apa in, apa itu “ sehingga kosa kata anak bertambah banyak.
d.      Stadia ketiga (2;0-2;60. Pada stadia ini anak mulai menggunakan awalan dan akhiran. Kalimat-kalimat masih sederhana, dan biasanya berupa kalimat tanya atau kalimat deklaratif.
e.       Stadia keempat (2;6-dst). Kalimat yang diucapkan sudah kalimat panjang. Pertanyaan telah menyinggung persoalan waktu dan hubungan sebab akibat.

Sintaksis adalah bidang ilmu bahasa yang mempelajari aturan-aturan tentang penyusunan kata, frasa, dan klausa antara yang satu dengan yang lain atau antara sesamanya dalam membentuk suatu konstruksi yang mengandung suatu pengertian. Sintaksis mencakup pembahasan tentang frasa, klausa, dan kalimat atau dengan kata lain bertolak dari satuan terkecil berupa kata dan yang terbesar berupa kalimat (Maksan, 1994:58). Tarigan (dalam Maksan, 1994:63-64) mengemukakan bahwa dari segi reaksi yang diharapkan baik dari pembaca atau pendengarnya, maka kalimat dibagi menjadi : (1) kalimat berita, mengharapkan tanggapan dari pembaca atau pendengar berupa perhatian, (2) kalimat tanya, yang mengharapkan tanggapan berupa ujaran, dan (3) kalimat perintah, yang mengharapkan tanggapan berupa perbuatan atau tindakan.
Pemerolehan sintaksis merupakan salah satu bagian pemerolehan bahasa disamping pemerolehan fonologi dan semantik. Pemerolehan fonologi berhubungan dengan pemerolehan bunyi, semantik mengenai makna, sedangkan sintaksis berhubungan dengan pemerolehan tata bahasa. Pemerolehan sintaksis ini sebenarnya sudah dimulai sejak anak lahir, yaitu pada masa pralingual. Namun, seperti yang dikemukakan sebelumnya, pemerolehan sintaksis baru dimulai ketika kanak-kanak mulai dapat menggabungkan dua kata atau lebih (lebih kurang ketika berusia 2;0 tahun).
Sementara itu, Maksan (1993:48) mengemukakan bahwa secara traditional tahap dari pemerolehan sintaksis pada anak terbagi atas 4 tahap:
1.      Masa pra-lingual yang berlangsung ketika anak berusia 0;0 sampai 1;0 tahun. Anak berada dalam tahapan pasif, anak baru mendengar ucapan orang dewasa tapi belum bisa mengucapkannya lagi.
2.      Masa kalimat satu kata (holofrasa) yang berlangsung pada usia 1;0 sampai 2;0 tahun. Pada masa ini anak hanya mengucapkan maksud yng terkandung dalam pikiran dan hatinya dengan mengucapkan sebuah kata karena keterbatasan kemampuan secara fisik.
3.      Masa kalimat dengan rangkaian kata singkat (kalimat telegram) yang berlangsung pada usia 2;0 sampai 3;0 tahun. Pada  saat ini anak mampu mengucapkan beberapa kata dalam bentuk kalimat singkat.
4.      Masa konstruksi sederhana dan kompleks yang berlangsung waktu anak berusia 3;0 sampai 5;0 tahun. Pada masa ini anak sudah mulai dengan kalimat-kalimat yang sederhana dan berangsur-angsur menjadi kalimat kompleks.
Alwi (2003:352-362) mengemukakan bahwa kalimat, jika dilihat dari bentuk sintaksisnya, dapat dibagi atas :
1.      Kalimat deklaratif/ kalimat berita
Kalimat ini tidak bermarkah khusus. Dalam pemakaian bahasa bentuk kalimat ini umumnya digunakan oleh pembicara atau penulis untuk membuat pertanyaan sehingga isinya merupakan berita bagi pendengar atau pembacanya. Kalimat berita dapat berupa bentuk apa saja, asalkan isinya merupakan pemberitaan. Dalam bentuk tulisnya, kalimat berita diakhiri dengan titik. Dalam bentuk lisan, suara berakhir dengan nada turun.
2.      Kalimat interogatif/kalimat tanya
Secara formal ditandai oleh kehadiran kata tanya seperti apa, siapa, beberapa, kapan, dan bagaimana dengan atau tanpa partikel-kah sebagai penegas. Kalimat interogatif diakhiri dengan tanda tanya (?) pada bahasa tulis dan pada bahasa lisan dengan suara naik. Bentuk kalimat ini biasanya digunakan untuk meminta jawaban “ya” atau “tidak”, atau informasi mengenai sesuatu atau seseorang dari lawan bicara atau pembaca. Ada empat cara untuk membentuk kalimat interogatif dari kalimat deklaratif : (1) menambahkan partikel penanya apa, (2) membalikkan susunan kata, (3) menggunakan kata bukan (kah) atau tidak (kah), dan (4) mengubah intonasi menjadi naik.
3.      Kalimat imperatif/kalimat perintah
Perintah atau suruhan dan permintaan jika ditinjau dari isinya, dapat diperinci menjadi perintah/ suruhan, perintah halus, permohonan, ajakan, larangan, dan pembiaran. Kalimat ini biasanya menggunakan partikel penegas, penghalus, dan kata tugas ajakan, harapan, permohonan, dan larangan. Dalam bentuk lisan, intonasi ditandai nada rendah di akhir tuturan.
4.      Kalimat ekslamatif/kalimat seru
Secara formal ditandai oleh kata alangkah, betapa, atau bukan main pada kalimat berpredikat adjektival. Kalimat ini dinamakan kalimat interjeksi dan biasa digunakan untuk menyatakan perasaan kagum atau heran.

Pada umumnya, kalimat-kalimat yang diujarkan oleh anak usia 2-5 tahun adalah kalimat deklaratif, kalimat interogatif, dan kalimat imperatif. Kalimat ekslamatif/kalimat seru jarang atau bahkan tidak ditemukan dalam kalimat-kalimat yang diujarakan oleh anak-anak karena kalimat yang mereka ujarkan masih sederhana dan tidak kompleks seperti yang diujarkan orang dewasa.



METODE
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2002:3) menyatakan bahwa penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati prilakunya. Oleh sebab itu dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, yaitu menjabarkan secara mendalam mengenai apa yang akan diteliti dengan sedetail-detailnya. Moleong (2002:6) mengatakan bahwa data yang berupa kata-kata, gambaran, dan bukan angka-angka yang penelitiannya berisi kutipan-kutipan dinamakan deskriptif. Jadi, metode ini sangat cocok untuk digunakan karena data-data yang ada berupa ujaran dari orang yang diamati, bukan berbentuk angka.
Informan dalam penelitian ini adalah anak berusia 2-5 tahun, khususnya seorang anak berusia 4 tahun 8 bulan bernama Anggini Mabella. Dalam hal ini, penulis memfokuskan pada jenis-jenis kalimat yang dituturkan oleh Ngingi dalam kesehariannya berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, karena dalam setiap penelitian kualitatif yang menjadi instrumen utama adalah peneliti sendiri. Sedangkan instrumen lainnya merupakan instrumen pembantu dalam pelaksanaan penelitian.
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan, penulis menggunakan teknik pancing agar anak memberikan responnya dalam bentuk ujaran kalimat-kalimat. Alat yang penulis gunakan saat pengumpulan data adalah beberapa lembar kertas hvs untuk lembar pencacatan dan sebuah pulpen untuk mencatat tuturan kalimat-kalimat yang diujarkan oleh Ngingi. Pengumpulan data ini dilakukan selama dua hari, yakni tanggal 3 dan 5 Juni 2011 di rumahnya. Tempat pengumpulannya berpindah-pindah, mulai dari ruang tamu, teras, dan ruang keluarga sambil memperhatikan ia bermain.
            Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data antara lain :
1.      Sebelum mencatat ujaran-ujaran, penulis melihat kondisinya. Apakah ia terlalu sibuk main atau bisa bermain sambil diajak berkomunikasi.
2.      Memberikan pertanyaan-pertanyaan ringan untuk melihat responnya, bersedia atau tidak.
3.      Melihat kondisinya cukup baik, penulis memberikan sejumlah pertanyaan dan mencatat responnya (berupa kalimat-kalimat yang diujarkan).  

Patton (dalam Moleong, 2002;103) mengemukakan bahwa analisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan suatu uraian dasar. Berdasarkan hal tersebut, maka teknik analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1.      Mentranskripsikan data yang telah didapat.
2.      Mengklasifikasikan data dengan menggunakan tabel.
3.      Melakukan analisis berdasarkan teori jenis-jenis kalimat menurut Tarigan ataupun Alwi dan teori psikologi perkembangan pada anak.
4.      Menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan serta memberikan saran-saran yang dirasa perlu.
















HASIL DAN PEMBAHASAN

Data-data yang dianalisis terbagi atas tiga macam. Pertama, data mengenai kalimat-kalimat berita/ deklaratif yang diujarkan oleh Ngingi. Kedua, data mengenai kalimat-kalimat tanya/interogatif yang diujarakan oleh Ngingi. Dan ketiga, data mengenai kalimat-kalimat perintah/imperatif yang diujarkan oleh Ngingi. Kalimat-kalimat tersebut diujarkan Ngingi saat berkomunikasi dengan orang disekitarnya, baik saat bermain, akan mandi, setelah mandi, dan saat duduk di teras rumah. Untuk memancing keluarnya ujaran, orang disekitar mengajak Ngingi berbicara dengan memberikan sejumlah pertanyaan.

  1. Kalimat berita/deklaratif
Dalam mengujarkan kalimat ini, Ngingi dipancing dengan sejumlah pertanyaan dan nantinya kalimat-kalimat tersebut akan menunjukkan tanggapannya dalam bentuk berita bagi lawan bicara.

Tabel 1
Kalimat berita/deklaratif yang diujarkan Ngingi

No.
Pertanyaan
Kalimat yang diujarkan/jawaban
1.
Kama urang tu Ngi?
Urang kapasa
2.
Manga urang di pasa?
Balanjo
3.
Sudah balanjo manga urang  tu lai Ngi?
Pulang ka uma e lai
4.
Sudah tu manga urang tu lai?
Ndak tau
5.
Patang awak mancali’ lalangan urang putuih ndak Ngi?
Ooo yo ndak ni
6.
Tu manga urang tu Nampak dek Ngi?
Lari-lari senyo, banyak urang balari mangaja lalanga e tu ni
7.
Tu lai dapek lalangan yang dikaja urang tu Ngi?
Lai, tapi lalangan e tu patah, dek tasangkuik ka ateh batang anak karambia
8.
Sadang manga Ngi kini?
Ndak do, Ngi main boneka?
9.
Namo kawan Ngi siapo?
Aila
10.
Tu boneka siapo?
Aila punyo
11.
Lah makan Ngi?
Alah
12.
A samba Ama Ngi?
Samba ayam
13.
Lai bulih uni mintak?
Ambik la kin, mintak ka Ama Ngi
14.
Lai sakola Ngi tadi?
Lai
15.
Sia namo Ibuk guru Ngi?
Ibuk Tati, Buk Eni
16.
Baraja a Ngi di sakola?
Manyanyi
17.
Sudah tu manga lai?
Mangambar
18.
A Ngi bawo sakola?
Roti di balian dek Apa Ngi
19.
Lai ndak pamberang Ibuk guru Ngi?
Ndak
           
Dari tabel di atas terlihat bahwa kalimat berita yang diujarkan oleh anak merupakan bentuk tanggapan terhadap apa yang dilontarkan lawan bicaranya. Dengan kata lain, kalimat deklaratif digunakan untuk menyampaikan suatu pertanyaan yang isinya berupa berita bagi pendengar atau lawan bicara. Hal ini dapat dilihat pada kalimat pertama, dimana si Ngingi menanyakan apa yang sedang dikerjakan oleh orang di depan rumahnya. Si anak menjawab sesuai dengan kondisi yang ia lihat. Pada kalimat kedua, kakak menanyakan lebih lanjut mengenai kegiatan orang tadi. Si anak juga menjawab bahwa ia melihat orang-orang disekiarnya ingin pergi ke pasar. Anak bisa berkata demikian karena seorang anak tebiasa mendengar orang dewasa berbicara seperti itu. Pada kalimat ketiga kakak menanyakan sesuatu untuk melihat daya ingat anak. Ia pun menjawab sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang pernah dialaminya. Sampai pada kalimat keempat, anak berusaha mengungkapkan segala sesuatu yang diketahuinya dalam ujaran berbentuk kalimat berita. Pada kalimat kelima sampai kalimat ketujuh Si anak menjawab pertanyaan yang telah ditanyakan oleh peneliti. Kemudian pada kalimat kedelapan sampai kalimat kesembilanbelas Si anak memberikan informasi sesuai dengan apa yang telah dilakukannya.
Dari hal tersebut juga terlihat bahwa anak mengujarkan kalimat untuk menanggapi pertanyaan yang ditujukan kepadanya dan mengharapkan perhatian dari lawan bicara. Pada kalimat-kalimat selanjutnya juga terlihat bahwa kalimat berita itu muncul karena ada yang bertanya si anak mengujarkan secara spontan untuk melihat tanggapan lanjut yang diujarkan oleh lawan bicara atau pendengar.

  1. Kalimat tanya/interogatif
Dalam mengujarkan kalimat ini, dapat kita lihat bahwa umumnya kalimat tersebut ditandai dengan kehadiran kata tanya seperti apa, siapa, berapa, kapan , atau bagaimana. Nantinya kita akan melihat tujuan atau fungsi dari pengujaran kalimat ini.
Tabel 2
Kalimat tanya/ interogatif yang diujarkan Ngingi

No.
Kalimat yang diujarkan
Fungsi atau kegunaan
1.
Ma pai kama urang tu di?
Meminta informasi
2.
A yang dibawo urang tu ma?
Meminta Informasi
3.
Baa kok ndak naik onda urang tu di bu?
Memintak informasi
4.
Ndak panek kaki e ma?
Meminta jawaban ya atau tidak
5.
Pai kama Apa?
Meminta informasi
6.
Pai Ngi ciek pa?
Meminta jawaban ya atau tidak
7.
Ndak bawo kakak pa?
Meminta informasi
8.
Ndak pakai baju ancak pa?
Meminta jawaban ya atau tidak
9.
Manga pai ka situ pa?
Meminta informasi
10.
Lai naik oto gadang wak pa?
Meminta jawaban ya atau tidak
11.
Main a uda tu?
Meminta informasi
12.
Lai bulieh sato Ngi?
Meminta jawaban ya atau tidak

            Dari tabel di atas terlihat bahwa kalimat tanya yang diujarkan oleh anak mempunyai dua fungsi utama, yaitu untuk meminta informasi dan Meminta jawaban “ya” atau “tidak”. Hal ini dapat kita lihat pada kalimat pertama, kedua, ketiga, kelima, ketujuh, kedelapan, kesembilan berfungsi untuk meminta informasi mengenai sesuatu atau seseorang dari lawan bicara. Sementara itu, pada kalimat lainnya terlihat bahwa kalimat interogatif digunakan untuk meminta jawaban “ya” atau “tidak” dari lawan bicara. Selain dari segi fungsi atau kegunaannya, kalimat interogatif yang diujarkan oleh Ngingi sudah menggunakan beberapa kata tanya.

  1. Kalimat perintah/imperatif
Dalam mengujarkan kalimat ini, dapat kita lihat bahwa kalimat ini bertujuan untuk memperoleh tanggapan berupa perbuatan atau tindakan. Jika kita tinjau dari segi isinya, kalimat perintah atau suruhan dan permintaan dapat dirinci menjadi : perintah atau suruhan biasa, perintah halus, permohonan, ajakan dan harapan, larangan atau perintah negatif dan pembiaran.


Tabel 3
Kalimat perintah/imperative

No.
Kalimat yang diujarkan
Isi
1.
Ma naik kateh tu ciek
Perintah halus
2.
Ni makan roti Ngi ko a
Perintah atau suruhan biasa
3.
Ma Ngi makan
Perintah halus
4.
Ma ambik an samba ayam
Perintah atau suruhan biasa
5.
Ma naik an masuak an boneka Ngi ka rumah ciek
Perintah atau suruhan biasa
6.
Masuak an ciek kak
Perintah atau suruhan biasa
7.
Pa tapi wak pai lai
Perintah halus
8.
Kipak di apa yo
Perintah halus
9.
Apa mandi lai, tapi wak pai pasa malam
Perintah atau suruhan
10.
Ma buek an susu
Perintah atau suruhan
11.
Ma mandian ciek
Perintah atau suruhan
12.
Sikek an abuak Ngi Ma
Permohonan
13.
Capek la pa pai wak lai
Perintah atau suruhan
14.
Ma, balian Ngi boneka
Perintah halus
15.
Tek, mintak pitih, Ngi ka lanjo
Perintah atau suruhan
16.
Capek la Tek
Perintah atau suruhan
17.
Pakaian jilbab Ngi ciek
Permohonan
18.
Lalok wak lai kak
Ajakan dan harapan
19.
Jaan mainan lo boneka Ngi
Larangan atau perintah negative
20.
Lalok lai kak, gauikan pungguang Ngi
Perintah atau suruhan
           
Pada tabel terakhir ini terlihat bahwa jumlah kalimat perintah/imperatif yang diujarkan oleh anak jumlahnya lebih sedikit dibandingkan kalimat berita dan kalimat tanya. Isinya meliputi perintah atau suruhan, perintah halus, permohonan, ajakan dan harapan, larangan, serta pembiaran. Hal ini dapat dilihat pada kalimat pertama, dimana anak mengujarkan kalimat perintah yang isinya berupa perintah halus. Dalam hal ini tampaknya si anak tidak memerintah lagi, tetapi menyuruh atau mempersilakan lawan bicaranya bersedia melakukan sesuatu perintah halus ini juga dapat ditemukan dalam kalimat ketujuh, kedelapan, dan keempatbelas. Disana tergambar bahwa si anak ingin segera pergi dengan menggunakan mobil dan dalam kalimat selanjutnya terlihat si anak menginginkan boneka dan secara tidak langsung ia dibelikan boneka.
Pada kalimat-kalimat berikutnya terlihat bahwa kalimat itu berisi perintah atau suruhan biasa, dimana pembicara menyuruh lawan bicaranya berbuat sesuatu. Dalam kalimat ini terlihat bahwa ada objek yang dirujuk oleh anak, misalnya “ menyuruh orang didekat untuk mengambil sesuatu”. Selain itu, ada juga kalimat perintah yang berisi permohonan, meminta lawan bicara berbuat sesuatu demi kepentingannya. Hal ini dapat ditemukan pada kalimat keduabelas dan ketujuhbelas. Pada kalimat kedelapanbelas terkandung makna ajakan dan harapan, anak mengajak atau berharap lawan bicaranya berbuat sesuatu. Pada kalimat kesembilanbelas isinya berupa larangan atau perintah negatif, dimana anak menyuruh atau melarang agar jangan melakukan suatu hal.
Berdasarkan data-data yang diperoleh dan analisis data yang dilakukan terlihat bahwa pemerolehan sintaksis pada anak, khususnya pada jenis-jenis kalimat (berita, tanya, dan perintah) berlangsung dengan baik. Kalimat-kalimat tersebut diujarkan oleh anak dalam berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya.
Pertama, kalimat berita umumnya diujarkan oleh anak karena ingin memberitahukan suatu hal atau untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepadanya. Dalam hal ini, kalimat berita yang diujarkan oleh Ngingi merupakan respon terhadap pertanyaan yang ditujukan padanya. Selain itu, ia juga mengajukan kalimat berita karena ingin memberitahukan sesuatu, misalnya ia ingin main sepeda, ia baru saja membeli baju baru, saat ia melihat sesuatu, dan hal-hal lain yang ingin diberitahukannya.
Kedua, kalimat tanya umumnya diujarkan oleh anak karena rasa ingin tahunya yang cukup besar. Ia selalu memperhatikan segala sesuatu yang ada disekitarnya dan jika ada sesuatu yang baru, yang belum pernah dilihatnya, atau bahkan hal yang aneh menurutnya maka ia akan mengujarkan kalimat-kalimat tanya. Dalam hal ini, kalimat tanya yang diujarkan oleh Ngingi juga karena rasa ingin tahu yang cukup besar. Ia ingin meminta informasi mengenai apa yang dilihatnya atau ingin meminta jawaban ya atau tidak.
Ketiga, kalimat perintah umumnya diujarkan oleh anak karena ia menginginkan sesuatu berupa tindakan atau perbuatan. Kalimat-kalimat ini isinya berupa perintah atau suruhan, permohonan, ajakan, larangan, dan sebagainya. Dalam hal ini, kalimat perintah yang diujarkan oleh Ngingi jumlahnya lebih sedikit dibandingkan kalimat lainnya. Hal ini mengkin disebabkan karena dalam kehidupan sehari-hari Ngingi dididik untuk sopan dan mandiri. Orang tuanya selalu menerapkan pada anak-anaknya bahwa melakukan suatu hal kita harus melakukannya sendiri. Jika tidak bisa, baru meminta bantuan orang lain, tapi tidak menyuruh atau memerintah seenak hati. Oleh karena itu, kalimat perintah yang ia ujarkan umumnya berisi perintah atau suruhan biasa.     


























SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil dan bahasan yang dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan :
1.      Pemerolehan sintaksis pada anak umumnya berkembang dengan baik saat anak berusia dua tahun. Pada masa itu anak sudah bisa mengucapkan kalimat dengan konstruksi sederhana dan berangsur-angsur menuju konstruksi kompleks.
2.      Kalimat-kalimat yang diujarkan oleh anak meliputi kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah.
3.      Kalimat berita yang diujarkan oleh anak bertujuan untuk memberikan informasi kepada lawan bicaranya atau pendengar dan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepadanya.
4.      Kalimat tanya yang diujarkan oleh anak bertujuan untuk mengetahui segala sesuatu yang ada di lingkungannya. Dengan kata lain, kalimat tanya ini merupakan wujud dari rasa ingin tahu anak yang cukup besar.
5.      Kalimat peritah yang diujarkan oleh anak timbul karena ia menginginkan sesuatu dari lawan bicara atau pendengarnya. Biasanya kalimat perintah ini berupa suruhan atau perintah untuk melakukan sesuatu, memohon, mengajak, atau bahkan melarang.

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka ada beberapa saran yang ditujukan untuk beberapa pihak :
1.      Orang tua, sebaiknya orang tua memperhatikan perkembangan bahasa pada anak terutama pemerolehan sintaksis berupa kalimat-kalimat pada anak usia 2;0-5;0 tahun.
2.      Pembaca, untuk memahami dan menambah wawasan mengenai pemerolehan bahasa khususnya pemerolehan sintaksis berupa kalimat-kalimat yang diujarkan oleh anak usia 2-5 tahun.
3.      Peneliti lain, untuk dijadikan pedoman atau bahan bandingan untuk mengembangkan penelitian ini dari sudut pandang yang berbeda.
KEPUSTAKAAN

Alwi, Hasan. et al. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Depdikbud
Chaer, Abdul. 2002. Psikolinguistik : Kajian Teoritik. Jakarta : Rineka Cipta.
Dardjowidjojo. 2003. Psikolinguistik : Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.
            Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Maksan, Marjusman. 1993. Psikolinguistik. Padang : Ikip Padang Press.
. 1994. Ilmu Bahasa. Padang : Ikip Padang Press.
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
            Rosdakarya Offset.
Pateda, Mansoer. 1988. Aspek-Aspek Psikolinguistik. Gorontalo : Nusa Indah.
Tarigan, HG. 1988. Psikolinguistik. Bandung : Angkasa.
Yudibrata, Karna. et al. 1997. Psikolinguistik. Jakarta : Depdikbud.

 
SEMOGA SUKSES